:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5033445/original/029989800_1733209830-A_realistic_illustration_of_a_young_person_holding.jpg)
Riya, sebuah kata yang mungkin terdengar familiar namun seringkali sulit dideteksi, merupakan penyakit hati yang berbahaya dalam ajaran Islam. Secara sederhana, riya dapat diartikan sebagai melakukan suatu perbuatan baik dengan tujuan untuk mendapatkan pujian, pengakuan, atau sanjungan dari orang lain, bukan semata-mata karena Allah SWT. Riya merusak keikhlasan dan menghapus pahala dari amalan yang dilakukan.
Dalam kehidupan sehari-hari, riya bisa hadir dalam berbagai bentuk dan manifestasi, terkadang sangat halus sehingga sulit dikenali. Artikel ini akan mengupas tuntas contoh-contoh perilaku riya dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari ibadah, sedekah, hingga interaksi sosial, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran diri dan membantu kita membersihkan hati dari penyakit yang merusak ini.
1. Riya dalam Ibadah:
Ibadah adalah pilar utama dalam agama Islam, dan merupakan bentuk pengabdian tertinggi kepada Allah SWT. Namun, ibadah yang seharusnya menjadi sarana mendekatkan diri kepada-Nya, bisa ternoda oleh riya jika niatnya tidak tulus. Berikut adalah beberapa contoh riya dalam ibadah:
- Shalat:
- Memperpanjang dan memperindah gerakan shalat ketika ada orang lain yang melihat, namun melakukannya dengan tergesa-gesa dan kurang khusyuk saat sendirian.
- Berusaha untuk shalat di shaf paling depan agar terlihat lebih taat dan religius.
- Mengeraskan bacaan Al-Qur’an dalam shalat agar orang lain mendengar dan mengagumi kefasihan bacaannya.
- Sering mengunggah foto atau video saat shalat di media sosial dengan tujuan mendapatkan pujian dan pengakuan.
- Puasa:
- Menceritakan kepada orang lain tentang betapa beratnya berpuasa dan betapa laparnya dirinya, dengan harapan mendapatkan simpati dan pujian atas ketabahannya.
- Menolak ajakan makan siang dengan alasan sedang berpuasa sunnah, padahal tujuannya adalah agar orang lain mengetahui bahwa ia rajin berpuasa.
- Mengunggah foto makanan berbuka puasa yang mewah dan berlebihan di media sosial dengan tujuan pamer.
- Haji dan Umrah:
- Menceritakan pengalaman haji atau umrah secara berlebihan, menonjolkan kemewahan dan fasilitas yang didapatkan, dengan tujuan membanggakan diri.
- Sering mengunggah foto-foto diri di tempat-tempat suci dengan pose yang dibuat-buat, agar terlihat alim dan saleh.
- Memberi oleh-oleh haji atau umrah yang mahal dan mewah kepada orang-orang tertentu dengan harapan mendapatkan imbalan yang lebih besar di kemudian hari.
- Membaca Al-Qur’an:
- Membaca Al-Qur’an dengan suara yang merdu dan tartil di depan orang lain, namun jarang membacanya saat sendirian.
- Mengikuti lomba tilawah Al-Qur’an bukan karena ingin meningkatkan kemampuan diri dan mendekatkan diri kepada Allah, melainkan karena ingin mendapatkan popularitas dan hadiah.
- Sering mengunggah video atau rekaman suara saat membaca Al-Qur’an di media sosial dengan harapan mendapatkan pujian dan pengikut.
2. Riya dalam Sedekah dan Infak:
Sedekah dan infak adalah amalan mulia yang sangat dianjurkan dalam Islam. Namun, amalan ini bisa menjadi sia-sia jika dilakukan dengan riya. Berikut adalah beberapa contoh riya dalam sedekah dan infak:
- Membesar-besarkan jumlah sedekah atau infak yang diberikan kepada orang lain, dengan harapan mendapatkan pujian dan pengakuan sebagai orang yang dermawan.
- Menyebut-nyebut bantuan yang pernah diberikan kepada orang lain, sehingga orang tersebut merasa berhutang budi dan tidak nyaman.
- Memberikan sedekah atau infak di depan umum agar dilihat dan dipuji oleh banyak orang.
- Mengunggah foto atau video saat memberikan sedekah atau infak di media sosial dengan tujuan mendapatkan popularitas dan pengikut.
- Memberikan sedekah atau infak kepada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan atau pengaruh, dengan harapan mendapatkan imbalan atau keuntungan di kemudian hari.
3. Riya dalam Interaksi Sosial:
Riya tidak hanya terbatas pada ibadah dan sedekah, tetapi juga bisa merasuk dalam interaksi sosial kita sehari-hari. Berikut adalah beberapa contoh riya dalam interaksi sosial:
- Menunjukkan Kesalehan:
- Berbicara dengan bahasa yang religius dan penuh dengan istilah-istilah agama di depan orang lain, namun berperilaku sebaliknya saat sendirian.
- Berusaha untuk selalu terlihat alim dan saleh di depan orang lain, padahal hatinya penuh dengan kesombongan dan riya.
- Mengkritik orang lain yang melakukan kesalahan, bukan karena ingin menasehati, melainkan karena ingin menunjukkan bahwa dirinya lebih baik dan lebih benar.
- Menunjukkan Keilmuan:
- Berbicara tentang ilmu agama dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa dirinya lebih pintar dan lebih berpengetahuan dari orang lain.
- Sering mengutip ayat-ayat Al-Qur’an atau hadits-hadits Nabi SAW untuk membuktikan kebenaran pendapatnya, padahal tujuannya adalah untuk membanggakan diri.
- Merasa lebih tinggi dan lebih mulia dari orang lain karena memiliki ilmu agama yang lebih banyak.
- Menunjukkan Kekayaan:
- Membeli barang-barang mewah dan mahal hanya untuk dipamerkan kepada orang lain.
- Sering menceritakan tentang keberhasilan bisnis atau investasi yang telah dicapai, dengan tujuan membanggakan diri.
- Merasa lebih terhormat dan lebih dihargai karena memiliki kekayaan yang lebih banyak.
- Menunjukkan Kepedulian:
- Menulis status atau komentar yang berisi ungkapan keprihatinan atau dukungan terhadap suatu isu sosial, hanya karena ingin terlihat peduli dan perhatian.
- Membantu orang lain yang sedang kesulitan, bukan karena ikhlas karena Allah, melainkan karena ingin mendapatkan pujian dan pengakuan.
- Mengunggah foto atau video saat membantu orang lain di media sosial dengan tujuan mendapatkan popularitas dan pengikut.
4. Akar Penyebab Riya:
Riya bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya. Ada beberapa faktor yang menjadi akar penyebab munculnya riya dalam diri seseorang, di antaranya:
- Lemahnya Iman: Iman yang lemah membuat seseorang lebih mudah tergoda oleh pujian dan pengakuan dari manusia daripada ridha Allah SWT.
- Cinta Dunia yang Berlebihan: Kecintaan yang berlebihan terhadap dunia dan segala kenikmatannya membuat seseorang rela melakukan apa saja, termasuk riya, untuk mendapatkan pujian dan pengakuan.
- Kurangnya Kesadaran Diri: Kurangnya kesadaran diri membuat seseorang tidak menyadari bahwa dirinya sedang melakukan riya.
- Pengaruh Lingkungan: Lingkungan yang materialistis dan hedonis dapat mendorong seseorang untuk melakukan riya agar diterima dan dihargai oleh lingkungannya.
- Kesombongan dan Ujub: Kesombongan dan ujub (merasa bangga dengan diri sendiri) membuat seseorang merasa lebih baik dari orang lain dan ingin dipuji dan diakui.
5. Cara Menghindari Riya:
Menghindari riya adalah sebuah perjuangan yang berkelanjutan. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari riya:
- Memperkuat Iman dan Tauhid: Memperkuat iman dan tauhid adalah fondasi utama dalam menghindari riya. Dengan iman yang kuat, kita akan lebih fokus mencari ridha Allah SWT daripada pujian manusia.
- Ikhlas dalam Beramal: Ikhlas adalah kunci utama dalam setiap amalan. Lakukanlah setiap amalan hanya karena Allah SWT, tanpa mengharapkan pujian atau pengakuan dari siapapun.
- Menjaga Niat: Selalu periksa dan luruskan niat sebelum melakukan suatu amalan. Pastikan bahwa niat kita adalah karena Allah SWT semata.
- Menyembunyikan Amalan: Sebisa mungkin sembunyikan amalan-amalan baik kita, kecuali jika ada maslahat yang lebih besar jika amalan tersebut ditampakkan.
- Mengingat Bahaya Riya: Ingatlah selalu bahaya riya, yaitu menghapus pahala amalan dan mendatangkan murka Allah SWT.
- Berdoa kepada Allah SWT: Berdoalah kepada Allah SWT agar dijauhkan dari sifat riya dan diberikan keikhlasan dalam setiap amalan.
- Muhasabah Diri: Lakukanlah muhasabah diri (introspeksi) secara berkala untuk mengevaluasi diri dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.
- Bergaul dengan Orang-orang Saleh: Bergaul dengan orang-orang saleh dapat membantu kita untuk menjaga keikhlasan dan menghindari riya.
Kesimpulan:
Riya adalah penyakit hati yang berbahaya dan dapat merusak amalan-amalan baik kita. Dalam kehidupan sehari-hari, riya bisa hadir dalam berbagai bentuk dan manifestasi, mulai dari ibadah, sedekah, hingga interaksi sosial. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu waspada dan berusaha untuk membersihkan hati dari penyakit riya. Dengan memperkuat iman, ikhlas dalam beramal, dan selalu mengingat bahaya riya, kita dapat terhindar dari penyakit yang merusak ini dan mendapatkan ridha Allah SWT. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dan memberikan kita kekuatan untuk menjadi hamba-Nya yang ikhlas. Amin.