Riya, sebuah kata yang mungkin terdengar familiar namun seringkali sulit dideteksi dalam perilaku sehari-hari. Secara sederhana, riya dapat diartikan sebagai melakukan suatu perbuatan baik dengan tujuan untuk mendapatkan pujian, pengakuan, atau sanjungan dari orang lain, bukan karena mengharap ridha Allah SWT. Ia adalah penyakit hati yang menggerogoti keikhlasan, merusak nilai ibadah, dan menjauhkan diri dari keberkahan.
Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh persaingan, godaan untuk riya semakin besar. Media sosial, lingkungan kerja, bahkan interaksi sosial sehari-hari dapat menjadi panggung yang memicu perilaku riya. Tanpa disadari, kita seringkali terjebak dalam lingkaran ingin dipuji, ingin diakui, dan ingin dianggap baik oleh orang lain.
Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai contoh-contoh perbuatan riya yang seringkali kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami contoh-contoh ini, diharapkan kita dapat lebih waspada, introspeksi diri, dan berusaha untuk menjauhi perilaku tercela ini.
1. Riya dalam Ibadah:
Ibadah adalah inti dari hubungan kita dengan Allah SWT. Namun, ibadah yang seharusnya menjadi sarana mendekatkan diri kepada-Nya, dapat ternoda oleh riya jika dilakukan dengan tujuan yang salah. Berikut beberapa contoh riya dalam ibadah:
- Shalat: Melakukan shalat dengan khusyuk di depan orang banyak, namun tergesa-gesa dan kurang memperhatikan adab ketika shalat sendirian. Contoh lain adalah memperpanjang bacaan, memperindah gerakan, atau meninggikan suara saat shalat berjamaah agar dianggap saleh dan taat.
- Puasa: Mengumumkan secara terbuka tentang puasa sunnah yang dilakukan, dengan tujuan agar dipuji karena kesalehannya. Padahal, esensi puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan, termasuk menahan diri dari keinginan untuk dipuji.
- Sedekah: Memberikan sumbangan dalam jumlah besar dengan tujuan agar namanya terpampang di media, atau agar dipuji sebagai dermawan. Padahal, sedekah yang paling utama adalah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tanpa mengharapkan imbalan apapun kecuali ridha Allah SWT.
- Haji dan Umrah: Menceritakan secara detail pengalaman haji dan umrahnya, dengan tujuan agar dipuji karena telah menunaikan rukun Islam yang kelima. Padahal, haji dan umrah yang mabrur adalah yang dilakukan dengan tulus ikhlas, tanpa riya dan tanpa sum’ah (ingin didengar).
- Membaca Al-Qur’an: Membaca Al-Qur’an dengan suara merdu di depan orang banyak, dengan tujuan agar dipuji karena kefasihannya. Padahal, membaca Al-Qur’an seharusnya dilakukan dengan tadabbur, memahami maknanya, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Riya dalam Pekerjaan:
Lingkungan kerja seringkali menjadi lahan subur bagi tumbuhnya perilaku riya. Persaingan untuk mendapatkan promosi, pengakuan, atau sekadar pujian dari atasan dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan yang tidak ikhlas. Berikut beberapa contoh riya dalam pekerjaan:
- Bekerja lembur: Berpura-pura bekerja lembur hanya untuk dilihat oleh atasan, padahal sebenarnya tidak ada pekerjaan yang mendesak. Tujuannya adalah agar dianggap sebagai karyawan yang rajin dan berdedikasi.
- Memberikan ide: Mengajukan ide-ide yang brilian saat rapat, bukan karena ingin memberikan solusi yang terbaik, melainkan karena ingin dipuji sebagai orang yang kreatif dan inovatif.
- Membantu rekan kerja: Membantu rekan kerja yang kesulitan, bukan karena rasa empati dan ingin meringankan beban mereka, melainkan karena ingin dipuji sebagai orang yang peduli dan suka menolong.
- Berpenampilan rapi: Berpakaian mewah dan rapi saat bertemu dengan klien atau atasan, bukan karena ingin menghormati mereka, melainkan karena ingin dipuji sebagai orang yang profesional dan berkelas.
- Mengkritik rekan kerja: Mengkritik kinerja rekan kerja di depan umum, bukan karena ingin memberikan masukan yang membangun, melainkan karena ingin menonjolkan diri dan menunjukkan bahwa dirinya lebih baik.
3. Riya dalam Hubungan Sosial:
Interaksi sosial sehari-hari juga tidak luput dari potensi riya. Kita seringkali melakukan sesuatu bukan karena tulus ingin membantu atau berbagi, melainkan karena ingin mendapatkan pengakuan atau pujian dari orang lain. Berikut beberapa contoh riya dalam hubungan sosial:
- Memberikan hadiah: Memberikan hadiah mahal kepada teman atau kerabat, bukan karena ingin menunjukkan rasa sayang atau terima kasih, melainkan karena ingin dipuji sebagai orang yang royal dan dermawan.
- Menolong orang lain: Menolong orang lain yang sedang kesulitan, bukan karena rasa iba dan ingin meringankan beban mereka, melainkan karena ingin dipuji sebagai orang yang baik hati dan suka menolong.
- Berbicara tentang kebaikan diri: Menceritakan tentang prestasi, keberhasilan, atau kebaikan yang telah dilakukan, dengan tujuan agar dipuji dan dikagumi oleh orang lain.
- Menampilkan kesedihan: Berpura-pura sedih atau prihatin atas musibah yang menimpa orang lain, bukan karena rasa empati yang tulus, melainkan karena ingin dipuji sebagai orang yang peduli dan berhati lembut.
- Berfoto dan memposting di media sosial: Mengunggah foto atau video tentang kegiatan yang dilakukan, dengan tujuan agar mendapatkan banyak likes, komentar, dan pujian dari pengikutnya.
4. Riya dalam Ilmu dan Pengetahuan:
Bahkan dalam mencari dan menyebarkan ilmu pengetahuan, riya dapat menyusup dan merusak niat yang tulus. Berikut beberapa contoh riya dalam ilmu dan pengetahuan:
- Menuntut ilmu: Belajar dengan giat dan tekun, bukan karena ingin menambah wawasan dan bermanfaat bagi orang lain, melainkan karena ingin mendapatkan gelar yang tinggi dan dipuji sebagai orang yang pintar.
- Mengajar atau memberikan ceramah: Menyampaikan ilmu pengetahuan dengan gaya yang menarik dan memukau, bukan karena ingin memberikan pemahaman yang benar, melainkan karena ingin dipuji sebagai orang yang pandai berbicara dan menguasai materi.
- Menulis buku atau artikel: Menulis buku atau artikel dengan tujuan agar namanya dikenal dan dipuji sebagai penulis yang hebat, bukan karena ingin menyebarkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat.
- Berdebat atau berdiskusi: Berdebat atau berdiskusi dengan tujuan untuk mengalahkan lawan bicara dan menunjukkan bahwa dirinya lebih pintar, bukan karena ingin mencari kebenaran dan solusi yang terbaik.
- Menyombongkan ilmu: Menyombongkan ilmu pengetahuan yang dimiliki di depan orang lain, dengan tujuan agar dipuji sebagai orang yang cerdas dan berwawasan luas.
Dampak Negatif Riya:
Riya memiliki dampak negatif yang sangat besar, baik bagi individu maupun masyarakat. Berikut beberapa dampak negatif riya:
- Menghapus pahala ibadah: Riya menghapus pahala ibadah yang dilakukan. Ibadah yang seharusnya menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT, menjadi sia-sia karena dilakukan dengan niat yang salah.
- Menjauhkan diri dari keberkahan: Riya menjauhkan diri dari keberkahan Allah SWT. Orang yang riya tidak akan merasakan ketenangan dan kedamaian dalam hidupnya, karena selalu merasa haus akan pujian dan pengakuan dari orang lain.
- Menimbulkan penyakit hati: Riya menimbulkan penyakit hati seperti ujub (merasa bangga diri), takabur (sombong), dan hasad (dengki). Penyakit-penyakit hati ini dapat merusak hubungan sosial dan menjauhkan diri dari kebahagiaan.
- Menghancurkan kepercayaan: Riya menghancurkan kepercayaan orang lain. Orang yang riya seringkali berbohong dan menipu demi mendapatkan pujian dan pengakuan. Hal ini dapat merusak reputasi dan menjauhkan diri dari pergaulan yang baik.
- Menghambat kemajuan: Riya menghambat kemajuan diri sendiri dan masyarakat. Orang yang riya cenderung fokus pada pencitraan diri dan kurang memperhatikan kualitas pekerjaan yang dilakukan. Hal ini dapat menghambat perkembangan karir dan kemajuan masyarakat.
Cara Menghindari Riya:
Menghindari riya bukanlah perkara mudah, namun bukan berarti tidak mungkin. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari riya:
- Memperbaiki niat: Selalu memperbaiki niat sebelum melakukan suatu perbuatan. Ingatlah bahwa tujuan utama kita adalah mencari ridha Allah SWT, bukan pujian atau pengakuan dari orang lain.
- Introspeksi diri: Lakukan introspeksi diri secara berkala. Tanyakan pada diri sendiri, mengapa kita melakukan perbuatan tersebut? Apakah karena Allah SWT, atau karena ingin dipuji oleh orang lain?
- Menjaga kerahasiaan ibadah: Usahakan untuk menjaga kerahasiaan ibadah yang kita lakukan. Jangan mengumbar-umbar ibadah di depan orang lain, kecuali jika ada maslahat yang lebih besar.
- Menghindari pujian: Hindari pujian dan sanjungan dari orang lain. Jika ada orang yang memuji kita, segera kembalikan pujian tersebut kepada Allah SWT.
- Mengingat kematian: Ingatlah bahwa kematian akan datang menjemput kita. Di akhirat nanti, yang akan ditanyakan adalah niat kita, bukan pujian yang kita dapatkan dari orang lain.
- Berdoa kepada Allah SWT: Berdoalah kepada Allah SWT agar dijauhkan dari sifat riya dan diberikan keikhlasan dalam setiap perbuatan.
Riya adalah penyakit hati yang berbahaya. Ia dapat menggerogoti keikhlasan, merusak nilai ibadah, dan menjauhkan diri dari keberkahan. Oleh karena itu, marilah kita berusaha untuk selalu waspada, introspeksi diri, dan menjauhi perilaku riya dalam kehidupan sehari-hari. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita hidayah dan kekuatan untuk menjadi hamba-Nya yang ikhlas dan diridhai.